Rabu, 01 Januari 2014

Bumi Ini Hanya Titipan dari Anak Cucu




Judul Buku      : Think Green, Go Green
Penulis             : Fransiska Widiarti, dkk
Penerbit           : Pustaka Jingga, Lamongan
Cetakan           : I, April 2013
Tebal               : 220 halaman
Peresensi        : Mulyoto M 



Bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan dari anak cucu kita. Adagium ini sangat popular di kalangan pecinta lingkungan.
Memang, kalau kita berpandangan bahwa bumi ini merupakan warisan nenek moyang, kita akan cenderung mengeksploitasinya dengan semena-mena. Hutan kita tebang dengan membabi-buta, perut bumi kita keruk sebanyak-banyaknya, minyak bumi kita sesap tak kira-kira. Lalu kita membuang sampah di sembarang tempat.
Kita berseru: “Biarin bumi ini rusak! Toh, ini warisan dari nenek moyang kita!”
Berbeda kalau kita berpandangan bahwa bumi ini titipan dari anak cucu kita. Layaknya sebuah titipan, kita kelak harus mengembalikannya minimal sama dengan saat kita menerima. Syukur kalau kondisinya lebih baik.
Konsekuensinya, kita harus menjaga kelestarian bumi ini.
Untuk bisa menjaga agar kehidupan di bumi ini tetap lestari, kita tidak harus menjadi superman yang mampu menggempur batu meteor yang akan jatuh ke bumi. Kita tak harus menjadi Tarzan yang selalu menjaga hutan dari jarahan orang-orang serakah. Kita juga tidak harus menjadi ilmuwan yang bisa menemukan teknologi pengolahan limbah. Kita cukup menjadi diri kita. Caranya adalah berperilaku ramah lingkungan.
Buku ini banyak memberi contoh tindakan praktis yang bisa kita lakukan sebagai pengejawantahan perilaku ramah lingkungan.
Pertama, menanam pohon. Jika ada lahan kosong, maka tanami saja pohon! Pohon mangga, pohon jambu, pohon jeruk, dan lain-lain. Jika sudah tidak tersedia lahan, kita bisa menanam di pot: tomat, cabe, jambu biji, tanaman obat, dan tanaman-tanaman lain yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanaman-tanaman itu akan mendaur-ulang karbon dioksida (CO2) hasil respirasi dan pembakaran, lalu mengubahnya menjadi oksigen (02) lewat peristiwa fotosintesis.
Kedua, membuang sampah pada tempatnya. Syukur kalau sampah sudah dipilah-pilah. Sampah anorganik seperti plastik, kertas dan logam dibuang pada tempat sampah khusus, terpisah dengan sampah organik seperti sampah rumah tangga, daun, dan sebagainya.
Ketiga, mengurangi penggunaan plastik. Saat berbelanja ke pasar misalnya, kita bisa mengurangi penggunaan plastik dengan membawa tas dari rumah. Jadi barang tidak perlu diwadahi dengan tas kresek yang membutuhkan waktu puluhan tahun agar terurai. Barang cukup dibungkus dengan daun saja yang mudah diuraikan. Lalu dimasukkan ke dalam tas. Saat kita membeli buku, misalnya, kita juga bisa menolak diberi tas kresek. Kalau kita sudah membawa tas, kan, buku langsung bisa dimasukkan ke dalamnya tanpa perlu plastik pembungkus?
Contoh tindakan praktis lain yang diungkapkan di buku ini: mematikan lampu yang tidak digunakan, mengurangi penggunaan tisu dan kertas, mematikan kran air, dan lain-lain.
Di samping aksi yang sifatnya personal, di dalam buku ini juga dicontohkan aksi yang bersifat massif. Misalnya gerakan penghjauan, pengolahan limbah urine dan pengolahan sampah.
Yang pasti, aksi ramah lingkungan tidak harus yang ndakik-ndakik (terlalu tinggi, red) dan dikemukakan secara teoritis dengan mulut berbusa-busa.
Buku ini layak kita sambut kehadirannya di tengah-tengah upaya pelestarian lingkungan. []


Tidak ada komentar: